Memahami Klausul Force Majeure dalam Kontrak Pengangkutan Laut | BJM

Memahami Klausul Force Majeure dalam Kontrak Pengangkutan Laut | BJM

Memahami Klausul Force Majeure dalam Kontrak Pengangkutan Laut | BJM

Dalam dunia pengangkutan laut, ketidakpastian adalah bagian dari pekerjaan. Cuaca buruk, konflik regional, wabah penyakit, atau penutupan pelabuhan bisa mengganggu jadwal dan kewajiban kontrak. Di sinilah klausul force majeure dalam kontrak pengangkutan laut berperan: ia memberi kerangka bagaimana pihak-pihak mengatasi peristiwa yang tidak terduga dan di luar kendali mereka.

Apa itu klausul force majeure?

Force majeure secara sederhana adalah klausul yang membebaskan atau menunda kewajiban para pihak ketika terjadi peristiwa luar biasa di luar kendali mereka—peristiwa yang tidak bisa diperkirakan, dihindari, atau diatasi dengan usaha wajar. Dalam pengangkutan laut, klausul ini sering muncul di:

  • Bill of lading
  • Charterparty (voyage dan time charter)
  • Kontrak pengangkutan dan perjanjian logistik

Mengapa klausul ini penting untuk pengangkutan laut?

Karena operasi pelayaran melibatkan banyak risiko eksternal. Tanpa klausul force majeure yang jelas, perselisihan tentang keterlambatan, pembatalan muatan, atau kewajiban biaya tambahan bisa memicu klaim besar dan sengketa hukum panjang. Dengan klausul yang baik, pihak-pihak bisa:

  • Mengatur pembagian risiko ketika gangguan terjadi
  • Mendapat hak untuk menunda pelaksanaan kontrak atau mengakhiri kontrak secara teratur
  • Mengurangi ketidakpastian dan biaya litigasi

Contoh peristiwa yang biasanya tercakup

  • Fenomena cuaca ekstrim (badai, badai tropis, angin topan)
  • Penutupan pelabuhan atau saluran pelayaran (mis. Suez Canal closure)
  • Pemogokan pelabuhan atau tenaga kerja
  • Perang, tindakan pemberontakan, terorisme
  • Wabah penyakit atau pembatasan perjalanan/karantina
  • Keputusan pemerintah (embargo, larangan ekspor/impor)

Elemen penting yang harus ada dalam klausul

Jika Anda menulis atau menegosiasikan klausul force majeure, pastikan mencakup hal-hal berikut:

  1. Definisi peristiwa — spesifik, tapi juga cukup luas untuk menutup kejadian terkait.
  2. Konsekuensi — apakah menunda, membebaskan, atau memberi hak terminasi.
  3. Prosedur pemberitahuan — siapa harus diberi tahu, dalam berapa lama, dan formatnya.
  4. Kewajiban mitigasi — upaya yang harus dilakukan pihak terdampak untuk mengurangi dampak.
  5. Bukti — dokumen atau bukti yang diperlukan untuk mengklaim force majeure.
  6. Durasi — batas waktu klausul berlaku sebelum opsi terminasi aktif.
  7. Interaksi dengan klausul lain — mis. asuransi, limitation of liability, indemnity.

Contoh singkat klausul (format ringkas)

Jika salah satu pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban akibat peristiwa di luar kendalinya (termasuk tetapi tidak terbatas pada bencana alam, perang, tindakan pemerintah, wabah, pemogokan, dan penutupan pelabuhan), pelaksanaan kewajiban tersebut akan ditunda selama durasi peristiwa. Pihak yang terdampak wajib memberi pemberitahuan tertulis dan mengambil langkah-langkah wajar untuk memitigasi dampak.

Pertanyaan yang sering muncul (FAQ)

1. Apakah force majeure secara otomatis membebaskan kewajiban kontrak?

Tidak selalu. Banyak klausul menunda kewajiban untuk sementara atau memberi hak terminasi jika peristiwa berlangsung terlalu lama. Hukum dan isi klausul menentukan apakah pembebasan bersifat permanen atau sementara.

2. Siapa yang harus membuktikan bahwa terjadi force majeure?

Pihak yang mengklaim biasanya harus membuktikan bahwa (1) peristiwa tersebut terjadi, (2) berada di luar kendali mereka, (3) tidak dapat diantisipasi, dan (4) telah berusaha untuk memitigasi dampaknya. Oleh karena itu, dokumentasi dan komunikasi yang baik sangat penting.

3. Bagaimana kalau peristiwa bisa diperkirakan (mis. musim badai)?

Jika peristiwa dapat diperkirakan dan pihak-pihak tidak mengambil langkah pencegahan yang wajar, klaim force majeure bisa gagal. Untuk risiko yang musiman seperti badai, penting untuk memasukkan bahasa yang mengakui batasan kewajiban dan tindakan pencegahan yang perlu diambil.

4. Apakah pandemi termasuk force majeure?

Banyak kontrak menambahkan “wabah” atau “pandemi” sebagai peristiwa termasuk, namun tidak otomatis berlaku. Pengaruh pandemi pada supply chain, larangan pemerintah, atau karantina yang mencegah pelaksanaan kontrak biasanya memenuhi syarat—asal terdokumentasi dan sesuai prosedur pemberitahuan.

5. Apa hubungan antara force majeure dan asuransi kargo?

Force majeure mengatur hubungan kontraktual antara pihak, sedangkan asuransi kargo mengatur kompensasi finansial terhadap kerugian fisik atau finansial. Pastikan klausa force majeure tidak membatalkan hak klaim asuransi; koordinasikan ketentuan ini saat menegosiasikan kontrak.

6. Bagaimana cara terbaik merancang klausul agar adil bagi kedua pihak?

  • Sertakan definisi peristiwa yang spesifik namun fleksibel.
  • Tetapkan kewajiban pemberitahuan dan jangka waktu yang realistis.
  • Wajibkan upaya mitigasi dan dokumentasi yang jelas.
  • Tentukan pilihan: penundaan vs. terminasi, pembagian biaya tambahan, atau kompensasi.

Relatable story: Kasus kapal tertunda karena mogok pelabuhan

Bayangkan sebuah perusahaan eksportir buah di pelabuhan A yang sudah menjadwalkan kapal untuk mengangkut kontainer ke pelabuhan B. Di hari pemuatan, pekerja bongkar muat mengumumkan mogok nasional. Tanpa klausul force majeure yang terperinci, eksportir dan pengangkut bisa berdebat soal demurrage, pembatalan muatan, atau kerugian buah yang membusuk.

Dengan klausul force majeure yang mencakup mogok dan prosedur pemberitahuan, pengangkut dapat menunda pelayaran tanpa terkena penalti sementara eksportir mengetahui langkah mitigasi yang harus diambil—mis. pengalihan muatan atau klaim asuransi. Hasilnya: konflik lebih kecil, dan keputusan komersial bisa diambil lebih cepat.

Tips praktis untuk eksportir, importir, dan pengangkut

  • Baca kontrak dengan teliti: perhatikan definisi, waktu pemberitahuan, dan bukti yang diperlukan.
  • Dokumentasikan semua komunikasi: e-mail, nota pelabuhan, dan berita resmi bisa jadi bukti penting.
  • Koordinasikan dengan asuransi: pastikan polis menutupi risiko relevan dan tidak bertentangan dengan klausul kontrak.
  • Tetapkan rencana mitigasi: alternatif pelabuhan, rute lain, atau pengalihan muatan harus dipertimbangkan sebelumnya.
  • Konsultasikan dengan penasihat hukum: terutama untuk kontrak bernilai besar atau situasi lintas yurisdiksi.

Penutup

Klausul force majeure dalam kontrak pengangkutan laut bukan sekadar bahasa hukum yang rumit—ia adalah alat praktis untuk mengelola ketidakpastian. Dengan definisi yang jelas, prosedur pemberitahuan yang teratur, dan kewajiban mitigasi yang wajar, pihak-pihak bisa mengurangi konflik dan mengambil keputusan bisnis yang lebih bijak saat situasi tak terduga terjadi.

Jika Anda ingin bantuan meninjau atau menyusun klausul force majeure yang sesuai kebutuhan bisnis Anda, saya siap membantu—cukup beri tahu konteks kontrak Anda dan kekhawatiran utama yang ingin Anda lindungi. Selamat berlayar dan semoga aman sampai tujuan!