Budaya Keselamatan (Safety Culture) di BJM: Bukan Sekadar Prosedur
Di banyak perusahaan, termasuk BJM, soal keselamatan sering disalahpahami sebagai sekumpulan dokumen dan checklist yang harus diisi. Padahal, budaya keselamatan (safety culture) jauh lebih dalam: ia adalah cara orang berpikir, berperilaku, dan saling berinteraksi setiap hari untuk mencegah kecelakaan dan menjaga kesejahteraan bersama.
Mengapa Budaya Keselamatan Penting di BJM?
Bayangkan dua lokasi kerja: satu punya prosedur lengkap tapi pekerjanya takut melapor masalah; satunya lagi punya komunikasi terbuka, orang berani berhenti kerja ketika berbahaya, dan manajemen ikut turun tangan. Mana yang lebih aman? Jawabannya jelas. Di BJM, budaya keselamatan yang kuat akan:
- Mengurangi kecelakaan dan near-miss, sehingga biaya downtime dan perawatan turun.
- Meningkatkan produktivitas karena pekerja merasa aman dan dihargai.
- Membangun reputasi perusahaan yang bertanggung jawab di mata klien dan regulator.
Elemen Kunci Budaya Keselamatan yang Efektif
Untuk membuat budaya keselamatan bukan sekadar prosedur di BJM, perhatikan elemen-elemen berikut:
- Kepemimpinan yang nyata: pimpinan tidak cukup menandatangani dokumen; mereka harus hadir, mengamati, dan berdiskusi tentang bahaya bersama tim.
- Pelibatan karyawan: pekerja di lapangan harus dilibatkan dalam pembuatan prosedur dan penilaian risiko.
- Pelaporan tanpa takut sanksi: mekanisme pelaporan near-miss harus mudah, anonim jika perlu, dan direspons secara konstruktif.
- Pembelajaran berkelanjutan: gunakan insiden sebagai materi belajar, bukan hanya untuk memberi hukuman.
- Pengukuran dan perbaikan: KPI keselamatan (mis. TRIR, frekuensi near-miss, audit kepatuhan) harus dipantau dan ditindaklanjuti.
Contoh Sederhana di Lapangan
Di salah satu workshop BJM, seorang teknisi menemukan kabel terkelupas namun ragu melapor karena takut dianggap ceroboh. Sebaliknya, di tim lain yang punya budaya terbuka, teknisi tersebut langsung melapor dan kabel diganti sebelum menyebabkan kebakaran kecil. Perbedaan ini bukan karena prosedur yang berbeda, melainkan karena budaya yang membuat pelaporan menjadi hal yang dihargai, bukan dihakimi.
Cara Mengubah “Prosedur” Menjadi “Budaya” di BJM
- Mulai dari atas: manajemen puncak perlu menunjukkan komitmen nyata — turun ke lokasi, ikut toolbox talk, dan follow-up hasil inspeksi.
- Libatkan semua level: komite keselamatan yang terdiri dari perwakilan manajer, supervisor, dan pekerja lapangan.
- Buat reporting system sederhana: aplikasi mobile, kotak saran, atau sesi mingguan untuk near-miss.
- Berikan penghargaan bermakna: fokus pada tindakan pro-safety (mis. melapor near-miss), bukan hanya pada angka tanpa konteks.
- Gunakan pembelajaran nyata: lakukan debrief setelah insiden dengan pendekatan yang mencari akar penyebab, bukan mencari kambing hitam.
Pertanyaan Umum (FAQ) — Q&A Seputar Budaya Keselamatan di BJM
Q: Apa bedanya antara prosedur keselamatan dan budaya keselamatan?
A: Prosedur adalah dokumen yang menjelaskan cara melakukan sesuatu dengan aman. Budaya keselamatan adalah praktik sehari-hari, sikap, dan nilai yang membuat orang mau mengikuti prosedur tersebut — bahkan ketika tak ada yang mengawasi.
Q: Bagaimana jika karyawan tidak percaya bahwa pelaporan akan berdampak?
A: Ini masalah umum. Solusinya: tunjukkan hasil nyata dari pelaporan — perbaikan yang dilakukan, waktu penyelesaian, dan siapa yang terlibat. Komunikasi transparan membangun kepercayaan.
Q: Apa peran supervisor di lapangan?
A: Supervisor adalah penghubung antara kebijakan dan praktik. Mereka harus menjadi contoh, memberi umpan balik positif saat melihat perilaku aman, serta menindaklanjuti laporan secara cepat dan terlihat.
Q: Apakah insentif efektif untuk membangun budaya keselamatan?
A: Insentif bisa membantu, tapi kalau hanya fokus pada angka (mis. “0 kecelakaan” tanpa memeriksa underreporting), malah berbahaya. Insentif terbaik menghargai perilaku prokeselamatan — melapor near-miss, partisipasi di training, dan inisiatif perbaikan.
Q: Bagaimana mengukur budaya keselamatan?
A: Selain KPI kecelakaan, gunakan survei iklim keselamatan, tingkat pelaporan near-miss, keterlibatan dalam pelatihan, hasil audit, dan waktu respon terhadap isu. Kombinasi kuantitatif dan kualitatif memberi gambaran yang lebih lengkap.
Tips Praktis untuk Manajemen dan Pekerja di BJM
- Adakan toolbox talk singkat setiap hari: 5–10 menit cukup untuk mengingatkan risiko dan solusi.
- Buat sistem near-miss yang mudah diakses (aplikasi mobile atau formulir cepat).
- Latih supervisor untuk memberi umpan balik konstruktif dan mengenali perilaku berisiko.
- Gunakan insiden kecil sebagai studi kasus untuk pembelajaran (tanpa menghukum pelapor).
- Lakukan audit budaya berkala: wawancara, observasi, dan survei untuk memantau evolusi budaya.
Kesimpulan
Di BJM, membangun budaya keselamatan (safety culture) berarti bergerak dari sekadar menegakkan prosedur menuju menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa bertanggung jawab dan berdaya untuk menjaga keselamatan bersama. Perubahan itu butuh waktu, konsistensi, dan kerja sama antara manajemen dan pekerja. Namun manfaat jangka panjangnya — keselamatan lebih baik, produktivitas meningkat, dan reputasi perusahaan terjaga — sangat berharga.
Ingin mulai membangun budaya keselamatan di tim Anda? Coba adakan satu inisiatif kecil minggu ini: sesi sharing near-miss atau kunjungan lapangan oleh manajemen. Langkah kecil sering kali memicu perubahan besar.
Terima kasih telah membaca — selamat membangun budaya keselamatan yang nyata di BJM!


